Minggu, 19 Januari 2014

Tulisan 1 (Pengantar Telematika) #bulan keempat

Sumber

Cyber Law


Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan Hukum Siber. Istilah hukum siber diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi  (Law of Information Technology) Hukum Dunia Maya  (Virtual World Law)  dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual.
Cyber Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber ataumaya. Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal dariCyberspace Law.
Istilah hukum cyber diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan TI. Istilah lain yang juga digunakan adalah Hukum TI (Law of Information Teknologi), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Secara akademis, terminologi ”cyber law” belum menjadi terminologi yang umum. Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Internet, Law and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dll.
Dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan yang bersifat tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik yang pada awalnya sulit dikategorikan sebagai delik pencurian tetapi akhirnya dapat diterima sebagai perbuatan pidana. Kenyataan saat ini yang berkaitan dengan kegiatan siber tidak lagi sesederhana itu, mengingat kegiatannya tidak lagi bisa dibatasi oleh teritori suatu negara, aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun, kerugian dapat terjadi baik pada pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan sekalipun misalnya dalam pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di internet.
Di samping itu masalah pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat data elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia, tetapi dalam kenyataannya data dimaksud juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Sehingga dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian cepat. Teknologi infomasi telah menjadi instrumen efektif dalam perdagangan global.
Kegiatan siber meskipun bersifat virtual dapat  dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis  untuk ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional  untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula  sebagai orang yang telah  melakukan  perbuatan  hukum secara nyata.

Tujuan Cyber Law 
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme. 

Ruang Lingkup Cyber Law
Ruang lingkup cyberlaw yang memerlukan perhatian serius di Indonesia saat ini yakni;
  • Kriminalisasi Cyber Crime atau kejahatan di dunia maya.
Dampak negatif dari kejahatan di dunia maya ini telah banyak terjadi di Indonesia. Namun karena perangkat aturan yang ada saat ini masih belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas, kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi. Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat. Benar yang diucapankan Lacassagne bahwa masyarakat mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya . Betapapun kita mengetahui banyak tentang berbagai faktor kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang pasti adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk prilaku manusia yang terus mengalami perkembangan sejajar dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
  • Standardisasi di bidang telematika
Penetapan standardisasi bidang telematika akan membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan teknologi informasi.
  • Aturan-aturan Bidang IT
a.      Aturan-aturan di bidang E-Bussiness termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan pelaku bisnis.
b.      Aturan-aturan di bidang E-Government. Apabila E-Government di Indonesia telah terintegrasi dengan baik, maka efeknya adalah pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik.Aturan tentang jaminan keamanan dan kerahasiaan Informasi dalam menggunakan teknologi informasi.
Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet. Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau aspek hukum dari :
  • E-Commerce, 
  • Trademark/Domain Names, 
  • Privacy and Security on the Internet, 
  • Copyright, 
  • Defamation, 
  • Content Regulation, 
  • Disptle Settlement, dan sebagainya.

Topik-topik Cyber Law 
Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu: 
  • Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik. 
  • On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet. 
  • Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content. 
  • Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet. 
  • Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum. 

Asas-asas Cyber Law
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
  • Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain. 
  • Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan. 
  • Nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku. 
  • Passive nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban. 
  • Protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah, 
  • Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
    humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
    Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location. 

Teori-teori Cyber Law
Berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang cyber maka dapat dikemukakan beberapa teori sebagai berikut :
  • The Theory of the Uploader and the Downloader
Berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya, kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk uploading kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya untuk downloading kegiatan perjudian tersebut. Minnesota adalah salah satu negara bagian pertama yang menggunakan jurisdiksi ini. 
  • The Theory of Law of the Server. 
Pendekatan ini memperlakukan server dimana webpages secara fisik berlokasi, yaitu di mana mereka dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori ini sebuah webpages yang berlokasi di server pada Stanford University tunduk pada hukum California. Namun teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing. The Theory of InternationalSpaces. Ruang cyber dianggap sebagai the fourth space. Yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat internasional, yakni sovereignless quality.

Undang-Undang Yang Mengatur Cyber Crime
Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negative penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang - Undang khusus/ cyber law yang mengatur mengenai cybercrime walaupun rancangan undang undang tersebut sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir dari rancangan undang-undang tindak pidana di bidang teknologi informasi sejak tahun 2004 sudah dikirimkan ke Sekretariat Negara RI oleh Departemen Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR namun dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk diperbaiki. Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrimeterutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain: 
  1. Kitab Undang Undang Hukum Pidana 
1.      Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang dengan menggunakansoftware card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi. 
2.      Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya. 
3.      Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet. 
  1. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang- Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. 
  1. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi 
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang- Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. 
  1. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan 
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk - Read Only Memory(CD - ROM), dan Write - Once - Read - Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undangtersebut sebagai alat bukti yang sah. 
  1. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang 
Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q).
  1. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme 
    Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu 


Sumber

Cyber Space
Kita sering mendengar kata cyberspace, tapi kita tidak tahu apa arti kata cyberspace itu. Disini saya akan sedikit menjelaskannya. Cyberspace berakar dari kata latin Kubernan yang artinya menguasai atau menjangkau. Sedangkan kata Cyberspace pertama kali digunakan oleh William Gibson dalam novel fantasi ilmiahnya Neuromancer yang terbit pada tahun 1984.

Perkembangan cyberspace telah mempengaruhi kehidupan sosial pada berbagai tingkatannya. Keberadaan cyberspace tidak saja telah menciptakan perubahan sosial yang sangat mendasar. Pengaruh cyberspace terhadap kehidupan sosial setidaknya tampak pada tiga tingkat : individu, antar individu, dan komunitas.

Pada tingkat individu, cyberspace menciptakan perubahan mendasar dalam pemahaman kita tentang diri dan identitas. Struktur cyberspace membuka ruang yang lebar bagi setiap orang untuk secara artifisial menciptakan konsep tentang diri dan identitas. Kekacauan identitas akan mempengaruhi persepsi, pikiran, personalitas, dan gaya hidup setiap orang. Bila setiap orang bisa menjadi siapapun, sama artinya semua orang bisa menjadi beberapa orang yang berbeda pada saat yang sama. Pada akhirnya yang ada dalam cyberspace adalah permainan identitas: identitas baru, identitas palsu, identitas ganda, identitas jamak.

Tingkat interaksi antarindividu, hakikat cyberspace sebagai sebagai dunia yang terbentuk oleh jaringan (web) dan hubungan (connection) bukan oleh materi. Kesalingterhubungan dan kesalingbergantungan secara virtual merupakan ciri daricyberspace. Karena hubungan, relasi, dan interaksi sosial di dalam cyberspacebukanlah antarfisik dalam sebuah wilayah atau teritorial, yaitu interaksi sosial yang tidak dilakukan dalam sebuah teritorial yang nyata.

Pada tingkat komunitas, cyberspace dapat menciptakan satu model komunitas demokratis dan terbuka. Karena komunitas virtual dibangun bukan di dalam teritorial yang konkret, maka persoalan didalamnya adalah persoalan normatif, pengaturan, dan kontrol. Dalam komunitas virtual cyberspace, pemimpin, aturan main, kontrol sosial tersebut tidak berbentuk lembaga, sehingga keberadaannya sangat lemah. Jadi, di dalamnya, seakan-akan “apa pun boleh”.
Dalam dunia maya atau cyberspace terdapat istilah Cyber bullying atau Cyber Crime, yaitu aktivitas atau bentuk kejahatan yang berlangsung didunia maya yang mengakibatkan kerugian dalam hal apapun pada pengguna atau user lain. contoh nya antara lain pencemaran nama baik, pecemaran data pribadi dan lain-lain. Para pelaku cyber crime biasanya menggunakan teknik social engineering dan pendekatan non teknis ini sering membuat korban tak sadar bahwa dirinya telah di tipu.Kejahatan internet tidak hanya bermotif materi seperti pembobolan kartu keridit tetapi ada juga yang terjadi dalam bentuk black campign atau pencemaran nama baik. Bersembunyi dibalik anonymity atau identitas palsu , sang pelaku bias melenggang bebas.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya Cyberbully, diantaranya:
1.      Kurangnya pengetahuan terhadap ilmu yang berkaitan dengan Cyberspace.
Ketidak tauan atau kurangya user dalam menguasai atau mengetahui ilmu yang berkaitan dengan Cyberspace dapat mengakibatkan mudahnya user menjadi korban Cyber Crime atau CyberBully. sebagai contoh :
a.      User lebih sering membuat password sederhana, semisal dengan menggunakan tanggal lahir.
b.   User terlalu mudah percaya kepada orang lain dengan memberikan data akun pribadi, semisal dengan memberikan password, walaupun orang tersebut merupakan sahabat dekat.
c.       Terlalu lengkap memasang data diri
d.      Kurang terliti dalam membuat suatu pertemanan dengan tanpa melihat siapa orang yang akan dijadikan teman
2.      Terlalu menjadikan Cyberspace sebagai media mendeskripsikan diri
Hal yang satu ini mungkin menjadi faktor utama terjadinya Cyberbully atau Cybercrime, user sering kali terlalu berlebihan dalam mendeskripsikan data diri dalam aktivitas dunia maya ( semisal Jejaring sosial ).Dengan alih-alih eksistensi semata, para user dengan mudah memberi data pribadi dengan meng-Upload foto-foto Pribadi, bahkan
terkadang user identik lebih merasa bangga jika data-data yang bersifat pribadi itu dilihat atau diketahui, walaupun sebenarnya hal ini mengakibatkan mudahnya user tersebut terkena ancaman aktivitas Cyber-Bully dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.kelalaian inilah yang menjadi peluang bagi para pelaku untuk melakukan
aktivitas-aktivitas yang berkategori “Cyber-Bullying”.

Sumber

Cyber Ethics
Cyber Ethic adalah suatu aturan tak tertulis yang dikenal di dunia IT. Suatu nilai-nilai yang disepakati bersama untuk dipatuhi dalam interaksi antar pengguna teknologi khususnya teknologi informasi. Tidak adanya batas yang jelas secara fisik serta luasnya penggunaan IT di berbagai bidang membuat setiap orang yang menggunakan teknologi informasi diharapkan mau mematuhi cyber ethics yang ada. Filosofi berinteraksi dalam dunia maya adalah berinteraksi dengan kemungkinan terbesar tanpa pernah bertemu fisik secara langsung. Sementara dalam interaksi itu tentu ada nilai-nilai yang harus dihargai menyangkut karya cipta orang lain yang dipublikasikan melalui internet. Untuk itulah maka cyber ethics menjadi hal yang penting untuk dikembangkan.
Cyber ethics berbeda dari cyber law yang memiliki pengertian seperangkat aturan hukum tertulis yang berlaku di dunia maya. Cyber law ini dibuat oleh negara untuk menjamin warga negaranya, karena dianggap aktivitas di dunia maya ini telah merugikan dan telah menyentuh kehidupan yang sebenarnya.
Cyber ethics memunculkan peluang baru dalam bidang pendidikan, bisnis, layanan pemerintah dengan adanya kehadiran internet. Sehingga memunculkan netiket atau netiquette yaitu salah satu etika acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet, berpedoman pada IETF (the internet engineering task force), yang menetapkan RFC (netiquette guidelies dalam requestfor comments). Dan etika dalam berinternet biasa disebut dengan cyber ethics (etika cyber).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar